Kutukan Ruang Air Garam (CeBan 6)
Malam itu udara dingin kian merasuk.
Dinginnya mulai menusuk-nusuk kelangkang bahkan merasuk sampai ke lunas. Angin
darat yang bertiup dari darat ke laut setiap malam memang selalu berhasil
membuat tulang merasa nyeri akan sapaannya. Nampak dari kejauhan, berdiri
sebuah mercusuar dengan gagahnya. Tinggi mercusuar itu sekitar lima belas
meter. Mercusuar tersebut adalah bangunan peninggalan Jepang pada masa
penjajahan saat itu. Memang sudah tak berfungsi lagi. Mercusuar yang dibangun
di pulau kecil itu dahulu digunakan oleh pemerintah kolonial Jepang untuk
mengintai kapal-kapal penumpang yang melewati pulau itu. Berbeda dengan
sekarang, pulau yang dahulu menjadi markas kolonial Jepang berabad-abad yang
lalu kini berubah menjadi pulau tak berpenghuni yang menyimpan sejuta misteri.
Perlahan, lantunan biola mulai terdengar dengan merdunya. Siapa sangka ternyata
di puncak mercusuar itu terdapat gadis yang tertidur lelap. Tertidur lelap
tanpa menyadari betapa terasingnya ia. Hingga kilatan lampu mercusuar yang menyilaukan
itu pun tetiba membangunkan tidurnya.
Running
into the dark underground
All
the subways around create a great sound.. to my motion fatigue
Farewell..
with your ear to a seashell
You
can hear the waves in underwater caves As if you actually were inside a saltwater room
Alunan biola yang khas
itu dipadukan sebuah lagu yang sangat bersahabat ditelinga gadis itu. Lagu Owl
City berjudul The Saltwater Room itu ternyata dinyanyikan sosok pria misterius
yang berada di dasar laut. Ya! Di dasar laut.
“Dimana? Dimana aku?
Biola, siapa yang main biola malam-malam kayak gini?” Gadis itu terbangun
dengan kagetnya. Seingatnya, tadi malam ia tertidur di kamarnya, bukan tidur di
puncak mercusuar yang mengerikan seperti ini. Ia tak tahu apakah ia sedang
bermimpi atau justru memang ada seorang yang sengaja membawanya kesini. Tapi
semua itu sungguh tak masuk akal! Pikirnya.
“Maaa? Paaa? Kalian
dimana? Heeyy.. ini gak lucu.. jangan kerjain aku kayak gini.. Pleasee!
Liliiiy!!! Rendiii!.. pasti kalian kan yang bawa aku kesini? Ayo keluar! Aku sudah
tahu ini ulah kalian.”
Gadis itu tetap
berteriak dan menuruni setapak demi setapak anak tangga pada mercusuar tua itu.
Dengan cepat ia turun dan mencari sumber suara biola dan nyanyian yang sayup-sayup
terdengar di telinganya.
“TINAAA! TINA! TOLONG
SELAMATKAN AKU!” Terdengar suara teriakan yang entah darimana asalnya.
Setibanya gadis itu menuruni mercusuar, ia langsung berlari keluar dengan nafas
yang terengah-engah. Bulu kuduknya mulai berdiri dan menari-nari. Dan kini
sekujur tubuhnya berkeringat. Gadis itu sungguh bingung dan ketakutan. Wajahnya
semakin pucat ketika ia baru menyadari bahwa dirinya hanya sendirian di pulau
kecil itu. Tak ada satu pun anggota keluarganya ataupun sahabat-sahabatnya
disini. Ibarat jantung yang dikepal dengan kencangnya. Kini jantung gadis itu
semakin berdebar ketika mendapati sebuah suara yang memanggil namanya. Siapa
yang memanggilnya? Dari mana suara itu? Dan yang parah lagi, kenapa sumber
suara itu tahu namanya?
Sungguh Tina tak merasa
asing dengan suara pria yang terdengar memanggilnya itu. Tina mencoba
memberanikan diri sembari mencari sumber suara yang berteriak minta tolong.
“Kamu siapa? Dimana?
Aku tak bisa melihatmu? Bagaimana aku bisa menolongmu?”
Sekali lagi, Tina
memberanikan diri untuk berinteraksi dengan sosok absurd itu sembari memejamkan
kedua matanya.
“Tina, kau tak perlu
takut denganku. Aku hanya ingin meminta pertolonganmu. Sekarang, ceburkan dirimu
ke laut! Aku terjebak disebuah ruang air garam. Di dasar laut!”
“Kenapa harus aku yang
kau minta tolong? Apa kau hantu penghuni pulau ini? Kau mau mencoba menjadikan
ku tumbal dan berpura-pura minta diselamatkan? Dengar ya! Aku bukanlah manusia
bodoh!”
“Tina! Aku bukan hantu.
Aku mohon selamatkan aku! Hanya kau yang bisa menolongku.”
“Apa buktinya kalau kau
bukan hantu? Ayo perlihatkan wujudmu! Kenapa kau bilang hanya aku yang bisa
menyelamatkanmu?”
“Tidak, aku tidak bisa
Tina. Aku terjebak. Karena kau satu-satunya orang yang menyanyikan lagu
Saltwater Room lebih dari seribu kali. Lagu itu sebenarnya mantra yang bisa membebaskan
ku dari ruang ini, dan kau satu-satunya orang yang pasti berhasil membebaskanku
dari kutukan.”
“Kutukan?”
“Ya Tina, Namaku Wahyu
Nasution. Aku dikutuk dan terjebak diruang air garam ini selama berabad-abad.
Dulu aku adalah tahanan tentara Jepang yang hampir saja dihukum gantung karena
aku tidak mau diperintahkan untuk bekerja Rodi!. Tapi kematianku tertahan
ketika aku bertemu pemain biola misterius di pulau ini. Dia menawariku sebuah
mantra rahasia untuk menahan kematianku dan membebaskanku dari tahanan kolonial
Jepang pada masa itu.”
“Berarti kau hantu kan?
Apa pun alasan mu kau tetaplah orang yang sudah mati! Aku tak akan menolongmu!”
Saut Tina dengan nada meninggi. Ia menegaskan bahwa ia tak ingin berurusan
dengan roh-roh, apapun itu.
“Tina? Bagaimana kalau
kau jadi aku? Terjebak dalam ruang air garam, sepi, tanpa cahaya disisi?”
“Itu urusanmu, Wahyu.”
Perlahan Tina pun pergi dan meninggalkan deburan ombak serta mengakhiri
interaksinya dengan makhluk absurd yang mengaku kena kutukan selama
berabad-abad. Tina tak tahu bagaimana ia bisa kembali pulang. Berkali-kali ia
mencubiti dan menampari wajahnya, berharap semua ini hanya mimpi di dini hari.
Ia berharap terbangun dari mimpi yang mengerikan ini dan kembali terbangun
dikamarnya.
CeBan Berlanjut~
CeBan Berlanjut~
*********************
Klik ini
Klik ini
Untuk tahu kelanjutan kisah Tina dan kutukan ruang air garam :3
Sumber Foto: Camila Khoirunisa
Sumber Inspirasi: Owl City, HootOwls CR, Unavailable Concert Ticket
Komentar
Posting Komentar