Rengkuhan Ukhuwah
Pernah aku merasakan kebersamaan,
dimana selalu ada tawa canda serta rengkuh hangat di dalamnya. Pernah pula aku
merasakan satu rasa saat aku di dekap hangat sentuhan mentari yang bersahaja.
Mentari itu bersama sahabat. Sahabatku berasal dari kota yang terhangat. Ia
menjadi satu wadah dalam kebersamaan yang dulu ku damba. Pernah aku dibuat
kecewa, terluka, bahkan menangis saat aku mengenal kata ‘kebersamaan’ dan ‘persahabatan’.
Sempat pula aku terperangkap dalam ‘kebersamaan’ yang terasa klise adanya.
Nyaris aku menyerah, dan ingin berpulang saja kepada ‘sepi’. Walau ku tahu sepi
kadang membuatku merasa terasing.
Biarlah aku bersama sepi, toh itu akan
menjauhkanku dari hati yang tersakiti. Tapi ternyata aku salah. Aku salah
karena terlalu banyak menepi. Karena jelas aku yang menyakiti diri sendiri.
Hingga akhirnya waktu membuat segalanya pulih. Telah ku temukan arti
kebersamaan yang sesungguhnya.
Aku menemukannya, tepat saat aku berpaling dari
sepi dan menuju pada cahaya ilahi. Kutemukan mentari-mentari penyejuk iman yang
awalnya tak pernah ku duga akan hadir juga. Kini aku merasakan kehangatan dari
kebersamaan itu dalam jalinan ukhuwah yang luar biasa indah. Indah namun bukan
sekedar fartamorgana.
Aku tahu kebersamaan ini tak abadi, karena kelak
kita harus rela jika ini semua harus berakhir. Tapi sejenak, aku ingin terus
meresapi dan memahami. Sungguh aku menikmati kebersamaan hebat yang kita alami
sejak bulan Juli. Kita berani datang kemari untuk berjumpa dan bertegur
sapa, tapi tak akan ada yang bisa memungkiri pula kalau kelak waktu membuat segalanya terhenti. Entah kapan kebersamaan itu akan segera pergi, tapi suatu saat
pasti kita harus eratkan kembali genggaman jemari untuk mengikhlaskan satu
kata, yaitu ‘perpisahan’
Sungguh kebersamaan ini indah, bahkan terlalu indah bila harus direlakan pergi. Mungkinkah kita rela? :)
Sumber Inspirasi: YISC AL-Azhar, Jalinan Ukhuwah Hebat, Cahaya Hijrah
Komentar
Posting Komentar