Resensi Buku : Imam Syafi'i (Pejuang Kebenaran)




Resensi Buku: Imam Syafai’i Pejuang Kebenaran
Author: Abdul Latip Talib
Published by: PTS Litera Utama Sdn. Bhd. (742921-T), Batu Caves, Selangor, Malaysia
Edisi terjemahkan pada tanggal 24 Juli 2013 diterbitkan oleh Penerbit Erlangga

“… Tidakkkah kamu tahu, harimau di hutan lebih ditakuti karena diam, sedangkan anjing yang menggonggong akan dilempar dengan batu.”
                                                                      Imam Syafi’i-

Assalamualaikum readers KacangMata Blog^^
Dalam postingan kali ini saya akan kembali meresensi buku yang sudah saya baca. Buku ini sebenarnya sudah diterbitkan dari tahun 2010 silam, tapi sayangnya saat itu belum ada edisi terjemahan Indonesia karena buku ini memang karya dari penulis asal Malaysia, yakni pak Abdul Latip Talib.
Berawal dari berburu buku di Kwitang bersama Fuji dan Tari *temansatukampus sekaligus *temansatuperjuangan. Di kala itu kami berjalan di bawah teriknya mentari.. dan ditengah hamparan gurun Sahara yang penuh dengan desir pasir demi mencari sebuah buku (apa sih yun -_- ). Dari hasil berburu, akhirnya saya memutuskan untuk membeli novel ini karena novel ini begitu menarik perhatian saya. Selain cover dan sinopsisnya bikin naksir, harga novel ini juga bersahabat bagi anak kuliahan kayak saya. Hehehe
Mendengar nama Imam Syafi’i, tentu tidak asing bagi kita karena begitu banyak tutur bijaknya yang sering diposting dan disebarkan lewat akun-akun dakwah, gambar-gambar tumblr, sampai broadcast Whats App. Tapi tentunya kita akan lebih mengenal sosok beliau jika memiliki buku yang satu ini *promosi :p. Riwayat hidup Imam Syafi’I dari lahir hingga kematiannya pun diceritakan secara ringkas dan menarik pada novel biografi ini. Berikut ulasannya:
Namanya adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’I bin Sa’ib bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Abdul Manaf, yang kini lebih dikenal dengan Imam Syafi’i. Ia dilahirkan di kota rantauan kedua orangtuanya, yakni Gaza, Palestina pada bulan Rajab tahun 150 Hijriah. Imam Syafi’I adalah imam yang terkenal dan memiliki banyak pengikut. Beliau memiliki nasab yang terhubung dengan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Akan ada seorang alim ulama keturunan bangsa Quraisy yang ilmunya memenuhi muka bumi ini.”
Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud Rasulullah SAW itu adalah Imam Syafi’i.
Imam Syafi’i menjadi seorang anak yatim sejak masa kanak-kanaknya. Ia dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh ibunya yang bernama Ummu Habibah Al-Uzdiyyah di kota Mekkah. Semasa mengandung, Ummu Habibah selalu membaca surah Yusuf dan surah Luqman. Ia selalu berharap agar anak yang dikandungnya memiliki paras yang rupawan dan cerdas.
Buku ini juga menyebutkan bahwa ada riwayat yang menyatakan kelahiran Imam Syafi’I bertepatan dengan kematian Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah adalah ulama besar yang terkenal di Baghdad, beliau meninggal dunia setelah disiksa dan diracuni Khalifah Al-Mansur.
Pada usia 9 tahun Imam Syafi’I sudah hafal Al Quran. Masa kanak-kanaknya pun ia habiskan dengan mengikuti majelis ilmu di Masjidil Haram. Dan pada masa remajanya, Imam Syafi’I sudah memahami dan menghafal kitab Al-Muwatta’ yang dikarang oleh Imam Malik.
Selain pandai menghafal kitab, Imam Syafi’I juga pandai bersyair. Ia sempat berguru kepada Mus’ab sehingga hafal 10.000 buah puisi. Imam Syafi’I pun pernah mendeklamasikan puisi pertamanya di depan Mus’ab.
Wahai para pengembara
Berhentilah dipelontaran Mina
Ucapkan takbir dan tahmid
Di lembah dan di bukit Mina
Pemandangannya sungguh menakjubkan
Di kala para hujjaj membanjiri Mina
Melimpah umpama banjir di Sungai Furat
Jika kaum Rafidhah cinta kepada Muhammad
Ketahuilah wahai manusia dan jin
Bahwa aku adalah kaum Rafidhah.

Imam Syafi’I memiliki semangat dan tekad yang tinggi dalam menuntut ilmu. Ia pernah berguru kepada Imam Ismail Al-Kustantani yang ahli dalam bidang Al Quran, bahkan Imam Syafi’i diberi kepercayaan oleh gurunya untuk menggantikannya mengajar jika sedang berhalangan hadir. Imam Syafi’I juga mempelajari ilmu Fikih dengan berguru kepada Imam Muslim Az-Zanji. Tak hanya itu, Imam Syafi’I juga mempelajari ilmu peperangan dengan berguru kepada Amiruddin, seorang veteran tentara yang berusia lanjut. Semenjak ia mempelajari ilmu peperangan, ia pun mahir memanah sehingga setiap kali melepaskan anak panah pasti tepat mengenai sasaran.
Ilmu yang Imam Syafi’I miliki tidak membuatnya merasa puas. Setelah ia mendalami Al Quran dan ilmu Fikih, ia pun ber-azzam untuk merantau ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik, yakni pengarang Kitab Al-Muwatta.
Dalam perjuangannya menuntut ilmu, Imam Syafi’I dihadapkan dengan segala badai ujian yang menerpa. Segala langkahnya dalam menuntut ilmu pun tak lepas dari langkah yang tertatih. Imam Syafi’I  juga sempat difitnah oleh Gubernur As Saud dan sempat dipenjara di Baghdad dengan tuduhan ingin menghancurkan ke khalifahan Harun Ar-Rasyid.  Namun atas pertolongan Allah, Imam Syafi’I dibebaskan dari hukuman penjara dan terbebas dari fitnah.
Setelah Imam Syafai’I menjadi guru besar dan memiliki banyak pengikut, ujian demi ujian pun kembali ia hadapi. Disaat Imam Syafi’I memperjuangkan kebenaran, ia pun harus berhadapan dengan orang-orang yang mendukung paham Mu’tazilah, yakni paham yang mengatakan Al-Quran bersifat baru dan makhluk. Bahkan orang-orang yang menentang Imam Syafi’I beberapa kali merencanakan pembunuhan ulama besar tersebut.
Berikut kutipan-kutipan yang ada di novel ini:
 “Alhamdullilah, wahai Izzuddin. Sudah lama bumi gersang ini tidak diberi minum, sesungguhnya hujan itu akan turun bersama rahmat dan rezeki…”
“Atau mungkin juga bumi Mekkah ini sedang menangisi engkau yang akan pergi merantau jauh,” kata Izzuddin sambil mengeluarkan tangannnya dari jendela agar ia dapat menyentuh tetesan hujan yang sedang turun. (79)
“Pergilah, wahai anakku. Engkau mempunyai amanah yang besar untuk Islam dan seluruh umat…” ujar Ummu Habibah kepada Imam Syafi’I (83)
“Imu Allah itu sangat luas. Seandainya semua kayu dijadikan kertas dan air laut dijadikan tintanya, niscaya masih tidak cukup untuk menulis ilmu Allah. Karena itu, merantaulah untuk menuntut ilmu walau sampai ke negeri Cina. Ketika masih muda, carilah ilmu sebanyak-banyaknya…” ujar Imam Malik kepada Imam Syafi’I (108)
  “Bagiku, disiksa dalam penjara, mendapat hukuman gantung, menanam benih di tanah yang gersang, menanggung malu, menjual rumah dengan harga murah, dan menjual sepatu lebih baik daripada meminta belas kasihan dari orang kaya….” Imam Syafi’I (185)
“Imam Abu Hanifah adalah seorang ulama besar. Imam Malik adalah guruku. Imam Ahmad bin Hanbal adalah sahabatku. Tidak pernah timbul masalah di antara kami. Perbedaan pendapat kami hanya dalam bidang ilmu Fikih, tetapi dalam ilmu Tauhid dan beribadah kepada Allah tetap sama…” Imam Syafai’I (220)
“Tinggalkanlah kampung halamanmu, jangan khawatirkan perpisahanmu dengan sanak saudaramu. Minyak Atsiri yang harum itu berasal dari kotoran binatang, tetapi setelah terpisah dari tempatnya, banyak orang yang menyukainya. Celak mata berasal dari batu di pinggir jalan, tetapi dapat menghiasi kelopak mata manusia setelah meninggalkan pinggir jalan.” Imam Syafi’I (252)
Sekian resensi dari novel biografi Imam Syafi’i. Semoga sebagai penuntut ilmu, kita bisa memiliki semangat seperti Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu agama. Aamiin^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dalamnya Makna Lagu ‘Let Me Breathe’ – Harris J

Musafir dan Si fakir ilmu