Tentang Hijab, Tentang Hijrah
Bismillahir Rahmanir
Rahim.
30 September 2013, itulah peristiwa yang
saya catat pada reminder book sebagai awal hijrah saya. Proses hijrah, dimana
saya mencoba menjadi diri saya yang baru walau awalnya saya tak sepenuhnya
‘mau’
Karena terus terang saya
merasa malu, seiring dengan deretan pertanyaan di benak tentang ‘pantas kah?’
‘munafik ga sih?’
Deretan pertanyaan itu
terus terniang tak kala saya memutuskan diri untuk berhijab. Keinginan untuk
berhijab dan beristiqomah sudah saya sematkan dalam hati sejak dulu, tepatnya
saat saya duduk dibangku SMP. Padahal pada tahun 2007 saya sempat berhijab.
Namun sayangnya saya tidak beristiqomah dan tidak berusaha untuk memperbaiki
perilaku. Bahkan, sempat ada kejadian yang membuat saya memutuskan untuk tidak
memakai hijab lagi karena kecerobohan yang saya lakukan kala itu.
Kebetulan di sekolah
saya ada sebuah selokan yang cukup dalam, kurang lebih kedalamannya sekitar
satu meter, dan lebar selokan itu lumayan besar, tapi masih bisa dilewati
dengan sedikit melompat. Waktu saya baru datang dan berjalan menuju kelas, saya
dan teman-teman berjalan beriringan dengan asyiknya sembari ngobrol dan
ketawa-ketiwi. *cirikhasAbabil xD
Persis di depan saya,
selokan yang aduhai itu sudah menanti. Semua teman-teman saya sukses melompati
selokan tersebut. Lain cerita dengan sayah permisah… Apa yang terjadi? Lompatan
saya kurang efektif karena saya melompat tanpa mengangkat rok sepan saya yang
panjangnya semata kaki, dan akhirnya saya pun terjatuh dan masuk dalam selokan
tersebut karena kaki saya terbelit rok. Sakit? Sakitnya sih gak seberapa… tapi
MALUnya itu yang nauzubillahminzalik. Semua anak-anak yang ada di lapangan
spontan langsung ngakak terbahak-bahak. Saya
cuma nahan perih, karena ternyata kaki bagian tulang depan saya terluka
cukup parah. Teman-teman saya pun membantu saya untuk berdiri dan menuntun saya
ke ruang UKS (Unit Kesehatan Siswa). Sepanjang perjalanan ke ruang UKS, suara
ketawa ngakak dari anak-anak kelas lain mengiringi perihnya luka kaki akibat
nyungsep di selokan. -___-
Dan apa yang terjadi
keesokan harinya?
TAMAT.
Eh belum, cerita ini
masih berlanjut… Akhirnya, keesokan harinya saya memutuskan untuk menggunakan
rok pendek alias gak berhijab lagi. Semua teman-teman saya bingung dan
bertanya. “Kok gak pake kerudung lagi, Yun?”
Dan saya hanya bisa
menjawab “Iya, ribet sih, masih belum bisa pake rok panjang.”
Kalau ingat kejadian
ini terus terang saya masih merasa bersalah. Seakan tuh peristiwa jatuh dari
selokan itu benar-benar salah ‘si rok panjang’ dan ‘si hijab’. Astagfirulloh
Harusnya kan saya yang
salahin diri sendiri. Kenapa seceroboh itu? Kenapa jadi cewek pecicilan banget.
–“
Saya cuma bisa minta
ampun sama Allah karena kala itu saya menyalahkan rok panjang sebagai biang
keladi atas peristiwa nyungsepnya seorang gadis di selokan sekolah. Semoga ini
bisa jadi pelajaran buat saya dan buat kita semua supaya lebih bijak lagi dan
gak nyalahin sesuatu yang sebenarnya gak ada pantas-pantasnya dijadiin kambing
hitam.
Berlanjut setelah saya
memutuskan untuk membuka hijab karena peristiwa yang saya ceritakan tadi, akhirnya
rasa bersalah dan kekhawatiran mengiringi saya setiap waktu. Saya menjalani
hidup dengan hati yang tak tenang dan selalu berusaha membujuk hati untuk
berhijab lagi dan beristiqomah walau hasilnya NIHIL. Bahkan saya sempat
berpikir untuk berhijab kalau sudah menikah saja.
Setiap kali saya
berusaha untuk berhijab lagi, setiap kali itu juga deretan pertanyaan itu
muncul lagi. Pertanyaan tentang ‘pantas gak sih?’ ‘Munafik gak ya kalau
berhijab tapi kelakuan aja masih kayak gini?’
Dan segala keraguan dan
perasaan tak karuan itu akhirnya terjawab pada suatu malam. Ternyata Allah
memang maha pemurah, dengan kemurahan hatinya, DIA memberikan saya hidayah
lewat mimpi dan membuat hati saya mantap untuk memutuskan diri berhijab lagi.
Di mimpi itu, saya mendengar lantunan ayat suci Al-Quran yang syahdu, tapi di
mimpi itu memang tidak begitu jelas siapa yang membaca lantunan ayat suci Quran
dengan merdunya, terlihat di tempat itu seperti ada pengajian majelis. Yang
jelas, saya melihat beberapa orang dengan busana muslim (termasuk saya) dari
arah belakang, dan ada empat orang ikhwan dengan baju putih yang duduk di
barisan paling depan. Anehnya, di mimpi itu ada seorang gadis yang menyapa saya
dan meminta saya untuk tidak duduk di belakang, lalu gadis itu bilang bahwa
pengajian ini diselenggarakan untuk saya dan saya harus bersedia memimpin
pengajian tersebut. Entah kenapa saya terbangun dari mimpi tersebut dengan pipi
yang sudah dibasahi air mata. Ternyata tanpa sadar, saya tidur sembari
menangis.
Keesokan harinya, saya
menceritakan mimpi saya itu kepada Mama. Beliau bilang mungkin lewat mimpi itu,
Allah menegur dan menagih janji kepada saya untuk berhijab dan beristiqomah.
Karena dari jauh-jauh hari sebenarnya saya sudah sedikit demi sedikit
mengumpulkan kerudung dan baju-baju panjang. Tapi saya belum cukup berani
memakainya karena saya merasa belum pantas berhijab karena merasa masih banyak
hal yang harus saya perbaiki dari diri saya yang ‘nyebelin’ ini, walau saya
tahu berhijab itu WAJIB bagi muslimah. Namun seiring berjalannya waktu, saya
baru mengerti bahwa hijab bukan pertanda bahwa iman seorang muslimah itu sudah
sempurna, justru hijab berfungsi sebagai rem dan kendali agar kita bisa menjadi
muslimah yang mampu ‘berbenah diri’ dengan baik.
Sekian cerita tentang
‘Hijab Story’ ala kadarnya. Inilah segala iman saya yang belum sempurna dan
harus diperbaiki lagi. Semoga para muslimah yang belum berhijab segera
dimantapkan hatinya lewat hidayah dari-Nya yang menghampar luas untuk hati yang
selalu ingin berhijrah. Semoga kita selalu diterangi oleh Cahaya Hijrah-Nya.
Dan semoga kita selalu istiqomah! Amiiin. :D
Komentar
Posting Komentar