Hening yang Bersuara (CeBan 9)
Aku memandanginya lagi
dari sisi yang tak bisa ia lihat. Sembunyi. Itulah caraku mengaguminya. Tak ku
biarkan mataku dan matanya beradu. Ku palingkan pandanganku kemana saja asal
bukan kematanya. Kini, aku melihatnya lagi. Ia berjalan tegesa-gesa. Dua kantong
plastik berisikan belanjaan itu, ia genggam di kedua tangannya. Dan tak lama
gadis itu pun lenyap dari pandanganku. Aku terdiam lagi. Dan kembali berjalan
ke arah yang berlawanan darinya.
(Sosok bayang, yang tak pernah kau sadari)
*******
Langit mulai menggores
rona jingga pada wajah pilonnya. Tepat pukul 15.30 WIB. Empat gadis itu
berbincang-bincang ditengah kemacetan Ibu kota, dalam mobil sedan berwarna
silver. Sebut saja mereka dengan nama Hening, Semi, Angin, dan Gugur. Mereka
semua adalah gadis sebaya, terkecuali Semi. Semi adalah seorang gadis yang
usianya hampir berkepala tiga. Namun, karena penampilannya yang modis, Semi
masih terlihat sepantaran dengan Hening, Gugur, dan Angin yang masih berusia
duapuluh tahun. Percakapan dimulai dari Hening yang mengomentari sebuah lagu
yang saat itu diputarkan di mobil Semi.
“Kak Semi, setiap kali
aku naik mobil kakak, kok lagu yang diputar di radio selalu melow ya, galau
gimana gitu.” Celetuk Hening yang tak biasanya berkomentar.
“Cieee ceritanya Hening
lagi galau nih?” Ledek Angin sembari menatap Hening dengan tajam.
“Maksudnya lagunya yang
galau, kalau aku mah anti-galau kali ngin.”
“Yahh kalau mau tuh
masa muda biar aja dipakai galau kali ning, nanti di masa depan, kamu udah
biasa ngerasain galau. Jadi gak kaget.” Timpal Semi dengan jurus isengnya.
“Loh.... lebih bagus
lagi kan kalau masa muda maupun masa depan happy terus without galau.” Jawab
Hening membela diri.
“Itu klise kali ning,
mana mungkin kita bisa happy terus. Belum lagi kalau berantem sama pacar, atau
diancem diputusin… nah kalau kamu manusia NOR-MAL, masa iya kali kamu gak
ngerasa galau?” Ujar Gugur dengan tatapan sinis.
“Hahahaha... iya tuh jadi
kan kalau udah biasa galau dari sekarang, kalau nanti kita punya suami yang
doyan nikung, selingkuh sana sini, kita udah biasa dibikin galau. Mana ada sih
cowok baik jaman sekarang.” Ujar Semi sembari menyetir.
“Ada, pasti ada. Gak
semua cowok itu gak baik. Pasti ada lah yang setia.” Hening pun kembali
menguatkan opininya.
“Gak ada Hening, cowok
baik tuh gak pernah ada. Cuma di Sinetron end Cinderella story aja cowok baik
laiknya pangeran tuh ada. Di dunia nyata? Hah, mana? Kalau ada tuh juga udah
jarang banget. Mungkin cuma 1 banding 1000 deh.” Jawab Gugur dengan opininya
yang selalu kontras dengan Hening.
“Hahahaha… Iya ya. Si
Hening mungkin kebanyakan nonton sinetron kali tuh dia.” Tambah Angin dengan
ledekan.
Dan Hening pun kembali
terdiam. Dia tak ingin berkomentar lebih jauh tentang hal ini. Baginya
perbedaan sudut pandang inilah yang selama ini mewarnai harinya. Ia tak pernah
merasa kecewa dengan teman-temannya yang tak pernah sepaham dengannya. Yang ia
tahu, apa yang ia percayai, maka itulah yang terjadi. Hening hanyalah seorang
hening. Ia tetap percaya bahwa hal baik akan selalu datang kepadanya,
bukan karena dia merasa telah menjadi orang baik, tapi karena dia adalah orang
yang percaya. Percaya bahwa hidupnya akan selalu bahagia. Karena sejatinya
bahagia adalah karena mensyukuri nikmat.
Dan empat gadis itu pun harus terpisahkan oleh petang. Semi pun membanting stir ke arah kiri untuk menghentikan laju mobil, tak
terasa perbincangan mereka terhenti karena sudah sampai di sebuah halte.
Hening, Gugur, dan Angin pun turun dari mobil dan berterimakasih kepada Semi
atas tumpangannya.
“Hati-hati ya semuaaa...”
Hening pun berlari
sembari membawa kantung plastik belanjaan yang digenggam dikedua tangannya.
CeBan End~
Komentar
Posting Komentar