Surat Undangan Stone (CeBan 8)
“Assalamualaikum, pak ini ada undangan.”
“Waalaikumsalam, iya pak dari siapa?”
“Dari pak Jalaudin RT
07, anaknya yang paling bungsu akan nikah minggu depan pak.”
“Oh iya-iya pak,
makasih ya pak.”
Pria yang berusia
sekitar limapuluh tahun itu pun pergi dan kembali berkeliling komplek untuk
mengantarkan surat undangan. Pak Mulyono hanya memandangi surat undangan itu
lalu kembali menyapu halaman rumah yang dipenuhi daun-daun gugur yang berwarna
kuning keemasan.
Sebenarnya, ini bukan
undangan acara pernikahan pertama yang beliau terima pada minggu ini. Di minggu
ini sudah ada lima undangan yang ia terima, belum lagi pada minggu sebelumnya,
surat undangan dan permintaan para tetangga untuk memintanya menjadi panitia
acara pernikahan pun selalu berdatangan sejak bulan Syawal hingga bulan
Dzulhizah.
Kesibukan pun kerap
kali melanda Pak Mulyono dua bulan terakhir ini. Beliau sebenarnya dengan
senang hati menerima amanah dari para tetangga yang memintanya menjadi panitia,
tetapi tetap saja beliau tidak bisa menutupi rasa kekhawatirannya terhadap putri
bungsunya, yaitu Stone. Putri kecilnya itu kini sudah berusia duapuluh tujuh
tahun. Dan semua teman sebaya Stone sudah mulai direpotkan dengan acara
resepsi, bahkan sebagian temannya sudah direpotkan oleh urusan anak. Namun
berbeda halnya dengan Stone, ia hanya menyibukkan dirinya dengan program ‘Memantaskan
Diri’ yang entah sampai kapan programnya ini ia akhiri.
Tak satu pun cemoohan
orang-orang disekelilingnya ia gubris. Dan tiap kali ia di tanya soal jodoh,
sudah pasti Stone hanya menanggapi pertanyaan itu dengan cuek. Itulah yang
membuat orang-orang disekitarnya merasa gemas dan penasaran akan sikapnya yang
seolah tidak mempedulikan hidupnya itu. Apalagi kedua orang tua Stone, mereka
pun kerap kali merasa jengkel ketika tiap kali mereka bertanya soal
jodoh kepada Stone. Stone hanya bisa tersenyum jika ditanya soal pernikahan, ataupun rencana masa depan.
*******
“Oalah pak, undangan
dari sopo meneh iki?”
“Ini bu, dari pak
Jalaudin, putri bungsunya yang namanya Tika itu akan segera menikah minggu
depan.”
“Tika? Oalah pak, dia
kan masih muda. Kalau ga salah baru masuk kuliah tahun lalu ya? Tika itu
umurnya dibawah Stone loh pak. Sekitar duapuluh dua tahun.”
Pak Mulyono hanya
menarik nafas panjang mendengarkan istrinya berbicara. Beliau tahu, kalau sudah
begini pasti urusuan perjodohan untuk Stone akan segera dibahas lagi olehnya.
“Pak! Kita harus gerak
cepat loh! Kalau gak gini, pie nasib anak kita pak? Dia udah umur pak! Udah
umur!”
“Gak semudah itu bu, kamu
kan tahu kemarin Stone sama sekali gak gubris rencana kita buat jodohin dia
sama si Iron. Wong Iron anaknya ganteng kek gitu, mapan meneh. Tapi Stone gak
bakal mau bu! Gak bakal mau!.”
“Tapi kalau kita gak
paksa dia dari sekarang, nanti dia malah jadi perawan……..”
“Hush! Udah bu gak usah
ngomong yang aneh-aneh, nikah itu bukan balapan! Kalau nikah aja kayak balapan, gimana nanti kalau anak kita malah ditikung orang? Hayoo”
“Emangnya sirkuit apa tikung-menikung? Ini salah kamu pak, kamu sih beri nama anak kita ‘STONE’, coba kamu lihat wataknya, dia
benar-benar mirip kayak batu. Keras. Susah buat luluhin hatinya”
Sesaat, suasana seolah
menjadi beku dan membatu. Kedua pasangan suami-istri ini pun saling terdiam dan
berpikir. Mereka sama-sama tak ingin membuat suasana semakin runyam dan tak
karuan.
*******
Pagi itu seperti biasa
Stone duduk dibawah pohon yang rindang sembari membaca buku dan mendengarkan lantunan
ayat-ayat Al-Quran dengan earphone yang disumpalkan di kedua kupingnya. Berjam-jam larut dalam keheningan, hingga akhirnya seseorang membuyarkan dunianya.
“DORRR! Stone, cie
sendirian aja nih, biasanya kamu sama si Yunis.” Sembari menepuk punggung
Stone.
“MasyaAllah Wina, kamu
ngagetin aku aja sih, kamu emang udah selesai test BSQ nya, Win?”
“Iya Alhamdullilah udah
Stone, eh mana si Yunis? dari tadi gak keliatan.”
“Biasa.. mungkin dia lagi sibuk
bikin cerita absurd di planet lain. Mungkin aja dia lagi bikin cerita tentang kita Win.
Hihihi.”
“Ooh pantes, daritadi aku cariin dia tapi gak ketemu. Oh iya Stone, kamu dapat salam lagi tuh dari mas
Silver. Ciee Stone.. ciee.”
“Waalaikumsalam.”
“Tuh kan, gitu doang
responya...”
“Loh katanya kan dapat
salam. Yah ini kan udah aku jawab.”
“Emang sampai kapan sih Stone kamu mau kayak gini?”
“Maksud kamu ‘kayak
gini’ gimana Win?”
Bukan sekali dua kali
mas Silver menanyakan kabar Stone lewat Wina, dan bukan sekali dua kali juga mas
Silver menitipkan salam untuknya. Mas Silver mengagumi Stone sejak pertama mereka
bertemu. Namun sayangnya mas Silver tak pernah memiliki keberanian untuk
bertaaruf lebih jauh dengan Stone.
Kalau salam saja tak
digubris, apalagi kalau mengajaknya bertaaruf. Parahnya lagi, apa jadinya kalau
sampai berani-beraninya mengirim CV taaruf kepada gadis yang terlihat dingin
itu. Sudah pasti aku diabaikan dan tak digubris olehnya. Pikir mas Silver kala
itu.
“Ituloh Stone, sikapmu
yang sok cool end acuh itu! Kamu tahu kan kalau mas Silver mengagumimu?”
Stone pun langsung
meletakkan bukunya yang sedari tadi ia baca, dan melepaskan earphone agar bisa
mendengarkan perkataan Wina dengan jelas.
“Maksudmu mengagumi
dalam konteks apa dulu nih, Win?”
“Ampun, nanya lagi. Dia
tuh suka sama kamu Stone. Emang kamu gak ngerasa? Haduh kamu gak peka banget
sih… ampun deh. Jujur deh, sebenarnya kamu itu udah siap nikah belum sih?”
“Maaf Win, aku gak bisa
jawab kalau soal itu, kecuali…”
“Kecuali apa?”
“Kecuali kalau udah ada
galon, eh maksudnya calon.”
“Stoneeeee! Kamu kenapa
gak bilang. Berarti kamu siap kan? Tuh kan. Pake malu-malau lagi kalau sebenarnya mau. Udah ah, aku mau ke mas Silver dulu."
"Eh... eh mau ngapain kamu Win?"
"Mau bilang kalau kamu siap dilamar mas Silver, lebih cepat lebih baik. Hihihi. Dadah."
"Eh... eh mau ngapain kamu Win?"
"Mau bilang kalau kamu siap dilamar mas Silver, lebih cepat lebih baik. Hihihi. Dadah."
Wina pun langsung
berlari sembari melompat-lompat kecil. Ia merasa sangat gembira karena tidak
menduga bahwa Stone menjawab pertanyaannya dengan mengejutkan.
Selama ini, jusrtu Wina mengira bahwa Stone tak pernah memiliki rencana untuk
menikah dalam waktu dekat. Ternyata Wina tertipu oleh sampul yang seolah
menyiratkan bahwa Stone adalah seorang wanita yang dingin serta cuek.
“Winaaaaa! Winn.. tunggu! Jangan macem-macem kamu!”
Stone pun langsung mengejar Wina. Sungguh ia kualahan dengan sikap temannya
yang selalu serba spontanitas itu.
*******
The End~ Thanks for reading~ ^^
“Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari
jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak
dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS. An-Nahl:72)
”Wanita-wanita yang keji adalah
untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita
yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik
dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka
(yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh
itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).” (An-Nur: 26)
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).(3:14)
Komentar
Posting Komentar