Gadis yang Berbenah (Ceban 11) Part 1





Kali ini aku hanya ingin berbagi kisah padamu, tentang seorang gadis yang sedang merasakan jutaan rasa aneh yang bersarang di benaknya. Sebenarnya aku pun bingung harus memulai kisahnya darimana. Karena sebenarnya kisah tentang gadis itu sampai saat ini belum menemukan kata ‘akhir’.

Yang ku tahu, gadis itu memang koplak, ceroboh, dan kadang penuh semangat namun tak jarang ia pernah kecewa dan terluka. Sebenarnya ia tidak lebih dari seorang gadis biasa yang punya banyak keinginan. Hingga suatu saat ia menyadari jutaan rasa menyerang benaknya. Dan parahnya, ia jadi lebih percaya intuisinya daripada realita yang ada. Ah parah! Sungguh aku gemas jika setiap kali mendengar kisah tentangnya. Pernah ia nangis tersedu, pernah juga ia tersenyum tak jelas saat mencoba mengingat sesuatu.

“Aku ingin melupakannya. Tapi bagaimana caranya?” Tanya gadis itu kepadaku .

Tentu saja, gadis itu bukan sedang berusaha melupakan masalahnya atau melupakan rumus logaritma apalagi aljabar. Ia hanya perlu ketenangan ekstra untuk melupakan sosok seseorang yang sedang mengusik hatinya. Awalnya gadis itu mendeskripsikan perasaannya dengan secara abstrak dan berantakan. Sungguh, menurutku gadis ini lumayan bodoh. Kau tahu kenapa? Karena justru ia baru sadar apa yang ia rasakan setelah sosok itu tak lagi ada di hari-harinya. Tidak! Jangan salah sangka! Gadis itu tidak pernah menjalani hubungan apapun dengan sosok yang disebut ‘lelaki’ itu.

Hanya saja banyak kejadian yang disebut ‘kebetulan’ membuat hati si gadis itu merasa bahwa pertemuannya dengan lelaki itu adalah sebuah takdir. Entah pertemuan itu menjadi jawaban ataupun ujian, yang jelas baginya itu adalah takdir.

Tahun 2013. Berawal dari pertemuannya disebuah ruang yang memerlukan skill ‘memahami’. Disaat itulah gadis itu berjumpa dengan sosok lelaki yang sampai saat ini mengganggu benaknya. Saat itu sang gadis duduk tepat disebelah lelaki itu. Dan ternyata mereka memakai sepatu coklat yang sama persis. Ah sempurna! Sungguh sepatu mereka serupa dan sama. Hingga akhirnya sang gadis berpikir ‘Apakah ini takdir?’ Dan dengan polosnya gadis itu tetap memandangi sepatunya dan sepatu lelaki itu dan seolah ingin berkata “Hey, sepatu kita sama ya. Ini keren.”

Pernah juga disaat mereka sama-sama terlambat menghadiri sebuah test. Dan sebelum mereka memasuki ruang test, petugas memeriksa kartu tanda pengenal. Petugas itupun menyandingkan kartu tanda  pengenal mereka di meja pemeriksaan. Tak ada yang spesial memang dengan kejadian itu. Namun entah mengapa gadis itu malah bergumam dihatinya “Argh! Petugas ini menyebalkan sekali. Kenapa kartu tanda pengenalku disandingkan dengan lelaki itu. Emangnya buku nikah apa?” Lantas gadis itu malah baper sendiri, dan ia tidak menghiraukan saat lelaki yang ada dibelakangnya itu menyapanya.

Seringkali gadis itu merasa risih ketika ia dapati dua bola mata lelaki itu memperhatikannya secara diam-diam. Dan cara memandangnya pun cukup aneh, tak mudah untuk ditafsirkan. Gadis itu malah berpikir yang tidak-tidak. “Apa dia memperhatikan jerawat yang ada dipipiku”… “Apa aku memakai bedak dengan cemong”… Sungguh konyol memang apa yang ada dipikirkannya. Sepertinya hati sang gadis sudah mulai terasa terusik walau ia saat itu belum benar-benar menyadari apa yang ia rasakan.

Pernah pula di ruang dan musim yang berbeda, gadis itu kembali dipertemukan takdirNya untuk duduk bersebelahan dengan lelaki itu lagi. Memang bukan hal yang perlu dilebih-lebihkan saat lelaki itu ada diseblahnya untuk kesekian kali. Toh gadis itu sering sekali duduk berseblahan dengan lawan jenisnya dibeberapa kesempatan, dan sungguh tak ada perasaan yang mengusiknya. Bahkan gadis itu suka bertukar pikiran dan bercanda dengan berbagi kisah jenaka dengan orang-orang yang menurutnya bisa dijadikan ‘teman’, sekalipun itu adalah lawan jenisnya. Toh ia tetap tahu batasan bagaimana mengatur jarak hubungan antar lawan jenis. Tapi kewajaran itu tak dapat ia temukan jika ia berinteraksi dengan lelaki itu. Ya, dengan lelaki yang mengusik benaknya itu. Entah mengapa gadis itu merasa sungkan jika berbincang dengan lelaki itu, mungkin saja gadis itu merasa terintimidasi dengan tatapan aneh yang ia temui dari kedua bola mata lelaki itu. Ah, apa memang semua wanita itu mudah baper ya? Tapi yang kutahu, gadis itu tetap berlagak cuek bebek walau ia temui hatinya penuh kegusaran saat lelaki itu duduk terlalu dekat disampingnya. Bukan apa-apa! Sebenarnya lelaki itu hanya lupa membawa buku hingga akhirnya ia meminta gadis itu untuk ‘berbagi buku’ dengannya. Ya, hanya sekedar itu. Walau hati gadis itu mulai merasa sebal ketika ia mendengar suara ‘cie’ dari arah belakangnya.

Pernah pula keadaan serupa terjadi, namun kali ini sedikit berbeda. Gadis itu kesulitan melihat dengan jelas apa yang tertulis di papan. Hingga terpaksa harus meminjam catatan lelaki itu dengan perasaan sedikit menyesal. Apa mau dikata karena lelaki itu lagi-lagi yang duduk tepat diseblahnya dan hanya ia seorang yang gadis itu kenal untuk dipinjami buku catatan. Ah payah! Gadis itu malah merasa debaran yang aneh. Memangnya apa yang spesial dari meminjam catatan seorang teman walau ia adalah seorang lelaki? Bukankah hal itu dulu sering ia lakukan dijaman umurnya masih belasan tahun. Akhirnya gadis itu hanya bilang terimakasih dengan ‘datar’ sembari menyembunyikan hatinya yang mulai ‘berdebar’.
Hingga pada akhirnya aku bisa berani mengambil kesimpulan, bahwa gadis itu sepertinya memang mulai merasa tertarik dengan lelaki itu. 

Entahlah, aku tidak tahu pasti apakah ia benar-benar ‘jatuh cinta’. Yang jelas perasaan gadis itu terlalu abstrak untuk digambarkan. Gadis itu diam-diam mulai mengeja sebuah nama dalam doanya, ya, mengeja nama lelaki yang telah mengusik benaknya itu. Pernah pula gadis itu bergumam dihatinya “Syafakallah ya ka…” saat ia melihat wajah lelaki itu sedikit pucat karena sedang terserang flu. Gadis itu pernah pula tanpa sengaja melihat lelaki itu dari atas jendela. Entah ada angin apa sang gadis malah berdoa dalam hati “Semoga engkau menjadi lelaki sholeh yang selalu mencintai Allah dan RasulNya”... sembari terus memandang sebuah punggung yang terus jalan dan akhirnya lenyap dari pandangan.

 Continue to part two 
 Klik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dalamnya Makna Lagu ‘Let Me Breathe’ – Harris J

Resensi Buku : Imam Syafi'i (Pejuang Kebenaran)

Musafir dan Si fakir ilmu