Pantai Terakhir Sura (CeBan 1)


Sura, apa ini sudah sedecade? Apa baru sewindu? 
Sura, aku mohon katakan sejujurnya. Sudah berapa lama aku menunggumu.
Terakhir kau hanya bilang kalau aku hanya perlu menunggu.
Aku kini terbangun dari dunia fartamorganaku.

Aku tak lagi ingat akan waktu. Bahkan aku lupa terakhir kali kita berpisah.
Kakiku ingin segera beranjak dari pasir putih ini. Kau lihat? kakiku dipenuhi dengan pasir yang hanya menertawaiku sejak pagi.
Kau tahu sebentar lagi kita akan bersapa dengan senja.

Kau tahu itu Sura? 
Tapi kenapa kau hanya diam. Kenapa kau tetap bungkam?
Kulit kerang mungil ini masih berada di kepalan tanganku.
Mereka bilang kulit kerang ini hanyalah sampah.
Tapi kau tahu Sura. Kulit kerang mungil ini cendramata terakhir darimu yang akan selalu ku simpan.

Sura, sampai kapan kau diam?
Sampai kapan aku harus menunggumu?
Aku masih berjalan sendiri menyusuri pantai. Walau aku tahu kita tak akan pernah satu dunia lagi.
Bukankah kau telah menjadi ombak, Sura?
Aku dengar jelas suaramu yang memanggil namaku.
Mereka katakan itu suara ombak, tapi aku tahu itu adalah suaramu.
Mereka bilang aku gila. Mereka bilang aku hanya berhalusinasi.
Tapi jelas aku tahu itu memang dirimu yang sedang menyapaku. Kau hanya menjelma menjadi ombak kan?
Ini bukan halusinasi. Karena aku tahu. Ini pantai terakhirmu, Sura. Maafkan aku yang membiarkanmu tenggelam. Maafkan aku Sura. Maafkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dalamnya Makna Lagu ‘Let Me Breathe’ – Harris J

Resensi Buku : Imam Syafi'i (Pejuang Kebenaran)

Musafir dan Si fakir ilmu